Senin, 16 Juni 2014

Balitar

Balitaaar,lama juga aku tidak melepas rindu di kota ini.Kemarin pagi akhirnya pulang juga ke Balitar ke rumah si mbahku tersayang.Melepas rindu yang terpendam setelah sekian minggu, kurang lebih selama dua bulan tak jua menyambangi mbah kung dan si mbah tersayang. Disibukan dengan aktivitas wara-wirinya diriku ini, sok sibuk bingit yaah kamuh Anche. Kangen ini, kangen ini sungguh terobati, meskipun hanya sebentar saja, makan masakannya si Mbahku  itu sungguh bisa mengobati luka, meskipun makan tanpa lauk beraneka, bukan juga masakan dengan sajian yang sempurna, namun itu sungguh luar biasa bagiku, masakan yang semua-nya di olah di atas bara api tungku, tungku yang sudah membara mungkin semenjak diriku belum lahir, ohh sungguh rasa-nya luar biasa eheheh gak percaya coba aja.

Dan yang selalu aku rindukan, ketika aku pulang ubi talas, atau pisang goreng salah satu dari keduanya selalu tersedia di hadapanku. Sungguh betapa sayangnya si Mbah terhadapku, tak jarang di malam -malam panjang, dikesendirian kost selalu merindukan Mbah. Buliran air mata ini seringkali mengingat mereka. Tapi kemana saja kamu Anche dua bulan kamu tidak menyambangi Bbeliau berdua...maafkan cucumu ini Mbah kung ,mbah.



Sore kemaren, ketika kami terlibat perbincangan melepas rindu di halaman belakang kalau orang Blitar menyebutnya mburitan :D heheee, halaman yang dihiasi kandang kambing milik Mbah Kung-ku dan sangkar burung berbentuk bujur sangkar berukuran 5 kali lipat dari ukuran sangkar burung pada umumnya, yang sudah ada semenjak pertama kali  aku tinggal di rumah Mbah, belasan tahun yang silam, semenjak Aku, Ayah, dan Wiga menjadi pengungsi dari kerusuhan 1999 lalu.
Tiba-tiba aku menyadari betapa sudah semakin senja Mbah kung, dan Mbah. Aku amati semakin dalam semakin lekat, seketika perasaan iba itu semakin menyayat, Mbahku sudah semakin menua. Meski usia yang semakin senja Mbah kung masih dengan semangat dengan aktivitasnya, iyaa merumput kesawah mungkin ini pekerjaan yang amat beliau cintai, dengan sukarela setiap hari merumput untuk kambing-kambing milik Mbah kung yang tidak seberapa jumlahnya beliau selalu bilang inilah hiburannya. Berbeda dengan Mbah uti ku di usia nya yang semakin senja beliau lebih memilih untuk mencari bekal, dari pengajian ke pangajian, dari masjid ke masjid, dari kota ke kota. Beliau selalu suka mengaji, mencari bekal untuk akhiratnya di usia yang semakin senja bahkan ziarah-ziarah pun selalu beliau lakoni. Tak jarang ketika diriku menyempatan diri  untuk menyambangi ke Blitar tidak mendapati keberadaan Mbah dirumah, beliau sedang  ngaji keluar kota, yaweslah ndak apa-apa namanya juga nyari bekal akhirat .#duuhmakjleb #nampar banget untuk yang muda-muda ini.

Sekarang, hanya ada beberapa sepupu-sepupu kecil, yang ,mungkin menggantikan posisiku dan Wiga, serta cucu cucu  lain yang silih berganti tumbuh di rumah si Mbah, ketika dewasa menikah serta meninggalkan rumah. Banyak yang berubah namun mbah Kung dan Mbah masih sama, masih dengan aktifitas mereka masing -masing tak ada yang berubah dari mereka, kulit berubah tapi rona wajah masih sama, selalu dengan Mbah Kung yang setia duduk di bangku teras depan saat menjelang magrib, dan baru beranjak masuk rumah ketika Mbah uti pulang kerumah selepas solat isya di mushola  seberang jalan, dan  baru mbah kung masuk kamar serta tidur begitu seterus-nya. Hingga saat sore kemaren saat aku merindukan duduk di teras depan menjelang magrib sambil menikmati satu piring ubi rebus yang Mbah masak. Hal yang sama masih terlihat..so sweet nyah di tengah kesederhanaan ini.

Aku merindukan, kedamaian sore hari menjelang magrib di rumah sederhana Mbah Kung, yang tidak banyak dijumpai perangkat-perangkat elektronik ataupun perabot-perabot modern, satu satunya perabot yang menjadi kebanggan si Mbah berdua adalah seperangkat bokor dari  kuningan yang selalu bermanfaat ketika ada kenduri, mantenan,sunatan hingga sekali waktu pernah terpakai untuk properti syuting film. Hhahaa masaa?? iyaa, film documenter ketika saudara sepupu yang seumuran jaman SMP dahulu kala. Rumah yang sangat sederhana yang selama ini menjadi tempat untukku pulang, tempatku melabuhkan rindu, tempatku mengobati luka, tempatku mendapatan sentuhan hangat ketika aku sakit, tempatku mendapatkan obat yang diracik dari tangan Mbah ku sendiri.

Semoga, Mbah Kung dan Mbah uti-ku selalu diberi kesehatan, kekuatan,dan keberkahan, seperti yang mereka harapkan ingin melihat cucu-nya ini meraih kebahagiaan, berumah tangga dan meraih apa yang di cita-citaakan. Harapan yang manis sekali Mbah, terimakasih, untuk doa, dan kasih sayangnya, semoga ketika saat itu tiba Mbah masih disisiku, masih terus menemaniku, semoga apa yang menjadi harapan Mbah kung dan Mbah uti diberkati Gusti ALLAH Amin.


Salam cinta dari cucumu Mbahku berdua :




Tidak ada komentar: